Terjemah Surat Al Insyirah ayat 1-8 :
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3. yang memberatkan punggungmu?
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain,
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
Mengartikan Surat Al-Insyirah ayat 1-8 :
Surah Al Insyirah atau Surat Alam
Nasyrah( سورة الشرح )adalah surat ke-94 dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas
8 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyah serta diturunkan sesudah
surat Adh Dhuhaa. Nama Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang
terdapat pada ayat pertama, yang berarti: bukankah Kami telah melapangkan.
Pokok-pokok Isi :
Penegasan
tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan karena itu
diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal
kepada-Nya.
Kandungan Isi :
بِِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan
Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Surah
ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir menganggapnya
sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana pun juga, surah ini
ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua orang yang mengikuti jejak
langkah Nabi.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Syaraha
berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau menampakkan,'
dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam dunia bedah, kata
tasyrih berarti pemotongan.
Shadara
berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan shadr
adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin
'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek
fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga
ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas
dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri,
maka yang jauh menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.
Syarh
(uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan,
penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang terakhir;
tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar penyaksian langsung.
Meskipun
ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang. Beban
kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut menjadi ringan
karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan kepadanya.
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
Wazara,
akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung (suatu
beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri, wakil,
konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk memikul
beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari tanggung jawab
apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh
memahami penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi
kita malah hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa
menambah beban lagi kepada diri kita.
الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
Lagi-lagi
ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya memikul
beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang bersifat permanen. Jika
kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa pada suatu saat napas
kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali menjadi debu, maka kita
pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan
berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari
itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia ini,
namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita. Jika kita tidak
memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah), jika kita tidak membantu
orang, melayani dan membimbing mereka, maka berbagai kesulitan akan menimpa
kita.
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Ini
berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir lahiriah
yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi merupakan kesadaran
beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak terputus terhadap
Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki kedudukan paling tinggi
karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.
Ketika
Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi berada di
urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
'
إِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya bersama setiap
kesulitan ada kemudahan.
Dua
ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni 'bersama
kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu kesulitan. Ini
berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi. Solusi
pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan
sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya
melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak
dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat
kesempumaan di dalamnya.
Umpamanya,
seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek
pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia mungkin saja
tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan kecelakaannya, apakah orang
lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi yang jelas ia akan mengalami
musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana musibah itu terjadi, betapa
sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu
adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul
pertolongan untuk mengetahui bahwa kita berhubungan.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Makna
syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai berurusan
dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya, hendaknya kita
bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut
penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan
salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya,
yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila
kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap
Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita
sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata
jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
Ketika kita mempraktikkan hasrat
keingintahuan kita, bila kita menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi
pengetahuan, persis sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun
akan menjadi kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk
menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah
sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita
terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan melaksanakan
keinginan untuk melarikan diri
Kesimpulan:
Berikut ini isi pesan dan ajaran dari surat Al Insyirah tersebut, yaitu :
1. Allah SWT mengingatkan kepada manusia bahwa Dia telah memberikan nikmat yang jumlahnya tiada terhitung. Hanya saja kebanyakan manusia tidak menyadari atau lupa ketika mendapat nikmat. Sebaliknya, kalau mendapatkan sedikit kesulitan saja atau masalah dia pasti menyadarinya, bahkan tak henti-hentinya mengeluh. Tahukah kamu bahwa ketika sedang mengeluh kita lupa bahwa seakan-akan kita tak pernah mendapatkan nikmat.
2. Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya, setiap kesulitan tentu ada jalan keluarnya. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk terus berusaha mencari jalan keluar yang paling baik ketika mendapatkan masalah. Kita dilarang berputus asa, misalnya ketika ada masalah malah melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri seperti merokok, mengkonsumsi narkoba sebagai pelampiasan masalah, atau bahkan sampai bunuh diri. Hal ini tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan? Caranya adalah dengan berzikir, beribadah, introspeksi diri, apa yang masih kurang, mohon ampun kepada Allah SWT danmemohon agar segera ditunjukkan jalan keluarnya.
3. Ketika telah selesai menyelesaikan suatu pekerjaan, maka dengan segera lakukanlah pekerjaan yang lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rajin bekerja dan kreatif, tidak menjadi umat yang pemalas. Contoh orang yang malas adalah baru mau bekerja kalau sudah tidak mempunyai uang. Sikap mental semacam ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Kita diperintahkan untuk bekerja keras, tekun, gigih, dan ulet, sehinga tidak hidup kekurangan, bahkan kalau bisa membantu orang lain.
4. Sukses atau tidaknya suatu pekerjaan ditentukan oleh sejauh mana semangat seseorang dalam berusaha. Selain itu kita juga diperintahkan untuk berserah diri kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Kuasa dan menentukan segalanya. Jangan cepat puas dan menyombongkan diri ketika sukses, dan jangan cepat menyerah ketika menemui kendala. Sebaliknya, kita diajarkan untuk bersyukur ketika sukses, dan tetap sabar ketika menemui rintangan.
1. Allah SWT mengingatkan kepada manusia bahwa Dia telah memberikan nikmat yang jumlahnya tiada terhitung. Hanya saja kebanyakan manusia tidak menyadari atau lupa ketika mendapat nikmat. Sebaliknya, kalau mendapatkan sedikit kesulitan saja atau masalah dia pasti menyadarinya, bahkan tak henti-hentinya mengeluh. Tahukah kamu bahwa ketika sedang mengeluh kita lupa bahwa seakan-akan kita tak pernah mendapatkan nikmat.
2. Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya, setiap kesulitan tentu ada jalan keluarnya. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk terus berusaha mencari jalan keluar yang paling baik ketika mendapatkan masalah. Kita dilarang berputus asa, misalnya ketika ada masalah malah melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri seperti merokok, mengkonsumsi narkoba sebagai pelampiasan masalah, atau bahkan sampai bunuh diri. Hal ini tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan? Caranya adalah dengan berzikir, beribadah, introspeksi diri, apa yang masih kurang, mohon ampun kepada Allah SWT danmemohon agar segera ditunjukkan jalan keluarnya.
3. Ketika telah selesai menyelesaikan suatu pekerjaan, maka dengan segera lakukanlah pekerjaan yang lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rajin bekerja dan kreatif, tidak menjadi umat yang pemalas. Contoh orang yang malas adalah baru mau bekerja kalau sudah tidak mempunyai uang. Sikap mental semacam ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Kita diperintahkan untuk bekerja keras, tekun, gigih, dan ulet, sehinga tidak hidup kekurangan, bahkan kalau bisa membantu orang lain.
4. Sukses atau tidaknya suatu pekerjaan ditentukan oleh sejauh mana semangat seseorang dalam berusaha. Selain itu kita juga diperintahkan untuk berserah diri kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Kuasa dan menentukan segalanya. Jangan cepat puas dan menyombongkan diri ketika sukses, dan jangan cepat menyerah ketika menemui kendala. Sebaliknya, kita diajarkan untuk bersyukur ketika sukses, dan tetap sabar ketika menemui rintangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar