Jumat, 27 Februari 2015

sejarah tradisi islam nusantara

Memahami Sejarah Tradisi Islam Nusantara



Indonesia merupakan salah satu Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Keberhasilan penyebaran Islam di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari peranan wali sanga. Ketika menyiarkan Islam para wali sanga menggunakan berbagai bentuk kesenian tradisional masyarakat setempat dengan cara menyisipkan nilai-nilai islam ke dalam kesenian tersebut. Upaya para wali sanga tersebut diterima baik oleh masyarakat, mereka tidak merasa asing karena budaya asli mereka tidak dihapus. Lambat laun seni budaya local tersebut berubah menjadi seni budaya local yang bernuansa Islam.
Pengertian Seni Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam
Makna dari seni budaya local sebagai tradisi Islam adalah semua budaya yang berada dn berkembang di wilayah Indonesia yang dijadikan tradisi Islam karena sudah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam.  Seni budaya local yang sudah dipengaruhi ajaran Islam banyak jenisnya ada yang berupa kesenian, upacara adat dan seni bangunan. Ketiga kelompok tersebut menggambarkan suatu budaya yang menjadi cirri khas dari setiap budaya mereka.
 Budaya Lokal  sebagai Tradisi Islam
Perlu difahami bahwa adanya penggabungan antara budaya local dengan ajaran Islam bukan berarti ajaran Islam yang dipengaruhi budaya local, tetapi justru budaya local yang dipengaruhi ajaran Islam, sehingga yang tadinya tidak ada unsur-unsur Islam dalam budaya tersebut menjadi bernafaskan Islam.
 Kesenian
Kesenian merupakan kebudayaan yang banyak terdapat di Indonesia. Oleh karena itu, kesenian juga disisipkan ajaran Islam. Bahkan kesenian tradisi Islam murni dapat dijadikan kesenian baru yang diterima masyarakat sebagai budaya local.
Beberapa kesenian local berhasil diubah menjadi kesenian Islami oleh Wali Sanga. Dengan kepandai mereka kesenian local dijadikan sebagai media dakwah sehingga budaya local yang dahulunya menyimpang menjadi benar menurut ajaran Islam. Kesenian-kesenian local yang bernuansa Islam atau yang menjadi bernuansa Islam diantaranya adalah:
 1. Wayang
Kesenian wayang di nusantara merupakan hasil karya Sunan kalijaga, wayang dimanfaatkan beliau sebagai media dakwah. Dengan wayang sunan kalijaga berhasil menarik perhatian masyarakat luas. Beliau banyak menciptakan cerita pewayangan yang bernuansa Islam, misalnya cerita yang berjudul Jamus Kalimusada, Wahyu Tohjali, Wahyu Purboningrat, dan Babat Alas Wonomarto.
Pada masa itu setiap akan diadakan pentas atau pergelaran wayang, terlebih dahulu sunan kalijaga memberikan wejangan atau nasihat keislaman. Kemudian mereka diajak mengucapkan dua kalimah syahadat, dengan demikian mereka sudah menyatakan masuk Islam.
 2. Hadrah dan salawat kepada Nabi Muhammad saw
Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Seni suara yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) sebagai alat musiknya. Sedang lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansakan Islami yaitu tentang pujian kepada Allah swt dan sanjungan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam menyelenggarakan pesta musik yang diiringi rebana ini juga menampilkan lagu cinta, nasehat dan sejarah-sejarah kenabian. Sampai sekarang kesenian hadrah masih eksis berkembang di masyarakat. Pada zaman sekarang kesenian hadrah biasanya hadir ketika acara pernikahan, akikahan atau sunatan. Bahkan kesenian hadrah ini dijadikan lomba antar pondok pesantren atau antar madrasah.
 3. Qasidah
Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menamilkan nasehat-nasehat keislaman. Dalam lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasehat-nasehat, shalawat kepada Nabi dan do’a-do’a. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana adalah ketika Rasulullah saw disambut dengan meriah di Madinah.
 4. Kesenian Debus
Kesenian debus difungsikan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. Oleh karena itu, debus merupakn seni bela diri untuk memupuk rasa percaya diri dalam menghadapi musuh.
Pengertian lain dari debus adalah gedebus atau almadad yaitu nama sebuah benda tajam yang digunakan untuk pertunjukan kekebalan tubuh. Benda ini terbuat dari besi dan digunakan untuk melukai diri sendiri. Karena itu kata debus juga diartikan dengan tidak tembus. Filosofi dari kesenian ini adalah kepasrahan kepada Allah swt yang menyebabkan mereka memiliki kekuatan untuk menghadapi bahaya, seperti yang dilambangkan dengan benda tajam dan panas.
 5. Suluk
Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa dengan huruf  jawa maupun huruf arab yang berisikan pandangan hidup masyarakat jawa. Suluk berisi ajaran kebatinan masyarakat jawa yang berpegang teguh pada tradisi jawa dan unsur-unsur Islam.
Suluk sewelasan tergolong ritual yang sudah langka dalam tradisi budaya Islam di Jawa. Berbagai bentuk seni budaya Islam yang berkembang di Jawa tak terdapat di Arab sana Tradisi yang dibawa dari Persia ini untuk memperingati hari lahir Syekh Abdul Qadir Jaelani, tokoh sufi dari Baghdad, Irak, yang jatuh pada tanggal 11 (sewelas). Suluk dalam bahasa Jawa dan Arab, terdiri dari salawat dan zikir—zikir zahir (fisik) dan zikir sirri (batin). Ketika zikir mereka terdengar mirip dengungan, orang-orang itu seperti ekstase. Jari tangan tak henti memetik butir tasbih. Ketika jari berhenti, zikir dilanjutkan di dalam batin. Pada titik ini terjadi ”penyatuan” dengan Yang Maha Esa. Lewat suluk ini akan mempertebal keyakinan kepada Allah swt.
 6. Marawis
Marawis adalah salah satu jenis “band tepuk” dengan perkusi sebagai alat musik utamanya. Musik ini merupakan kolaborasi antara kesenian Timur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta. Jenis musik ini dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan ulama yang berasal dari Yaman beberapa abad yang lalu. Disebut Marawis karena musik dan tarian ini menggunakan alat musik khas mirip kendang yang disebut Marawis. Alat musik tetabuhan lainnya yang digunakan adalah hajir atau gendang besar, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang), tamborin, dan ditambah lagi dua potong kayu bulat berdiameter sekira 10 cm.
Dalam seni marawis terdapat tiga nada yang berbeda, yakni zafin, sarah, dan zaife. Zafin merupakan nada yang sering digunakan untuk lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad saw. Tempo nada yang satu ini lebih lambat dan tidak terlalu mengentak.
Kini, zafin tak hanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian, tapi juga digunakan untuk mendendangkan lagu-lagu Melayu. Sedangkan, nada sarah dan zaife digunakan untuk irama yang mengentak dan membangkitkan semangat.
 7. Tari Zapin
Tari Zapin adalah sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah, gambus, dan marawsi. Tari Zapin diperagakan dengan gerak tubuh yang indah dan lincah. Musik yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari Zapin biasa dipentaskan pada upacara atau perayaan tertentu misalnya : khitanan, pernikahan dan peringatan hari besar Islam lainnya. Para penari yang semuanya laki-laki menari berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, dan kopiah hitam.
 Upacara Adat
Pada masa penyebaran Islam di nusantara banyak dijumpai upacara-upacara pemujaan. Upacara tersebut berupa pemujaan kepada roh nenek moyang dan terhadap benda-benda pusaka yang dianggap memiliki kekuatan. Dengan datangnya ajaran Islam banyak diantara upacara-upacara tersebut yang disisipi ajaran Islam.
Diantara upacara-upacara yang sudah dimasuki ajaran Islam adah :
  1. Pernikahan (upacara saweran diisi dengan nasihat perkawinan yang islami, dll)
  2. Kematian (talkin dan tahlilan)
  3. Mauludan, yaitu peringatan lahirnya Rasulullah
  4. Grebek, yaitu upacara mengiringi para raja atau pembesar
  5. Sekatenan, yaitu hamper sama dengan mauludan dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul awal
  6. Pesta tabuik, yaitu peringatan meninggalnya cucu nabi Muhammad.
  7. Selikuran, upacara yang diadakan setiap bulan ramadlan di malam-malam ganjil mulai tanggal 21 ramadlan
  8. Megangan, yaitu upacara menyambut datangnya bulan suci ramadlan
 Seni Bangunan
Diantara seni  bangunan yang merupakan seni budaya tradisi Islam bisa dilihat pada arsitektur mesjid, makam para raja dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya.
Kesempurnaan Ajaran Islam
Keberadaan tradisi-tradisi/adat yang diwarnai ajaran Islam di Bumi Nusantara menunjukkan keberhasilan dakwah Islam di Nusantara. Namun, yang perlu diingat bahwa tradisi/budaya tersebut hanyalah merupakan alat/metode dakwah, bukanlah tujuan akhir. Sehingga bukanlah harga mati dan masih bisa menerima perubahan. Karena tujuan dakwah para da’i dan Wali Songo yang sebenarnya adalah untuk menerapkan ajaran Islam secara murni dan kaffah, karena Islam adalah ajaran yang sempurna. Allah SWT berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maaidah [5]: 3)
Oleh karena itu, Islam tidak memerlukan penambahan apalagi pengurangan ajarannya. Karena hal yang demikian dilarang oleh Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya:
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (رواه البخاري ومسلم)
وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
 Ummul mukminin, ummu Abdillah, Aisyah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”
Jadi, jika ada ajaran Islam dan adat/tradisi yang saling bertentangan maka tentunya kita harus memilih dan memegang erat ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Tidak boleh menjadikan tradisi/adat sebagai ibadah yang tidak ada contohnya serta tidak boleh pula bersikap fanatik buta (ikut-ikutan tanpa ilmunya) kepada tradisi/peninggalan nenek moyang.
Namun, dalam menyikapi keberagaman dan perbedaan yang ada terkait dengan tradisi/adat di Nusantara maka sebagai muslim tentunya harus bersifat dan bersikap tasamuh (toleransi) selama tidak melanggar/merusak masalah aqidah. Karena apabila ada tradisi/adat yang tidak sesuai dengan aqidah Islam maka kita harus tegas menjauhinya dan mengingatkan orang lain agar tidak terperosok ke dalam kemusyrikan, seperti: Upacara Laut/Pesta Nelayan yang mengadakan sesajian untuk Nyi Roro Kidul, dll.

Kamis, 12 Februari 2015

Makalah Isi Kandungan Surat Al-Insyirah

 
imagehttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw1W0umzXs5qaNL-nFIubQmBi9A96ofjkpX8w7p_tkRtgRbZz90FDnxQxd0NFzoz6HtZACQdoT8zBIrHwoLGh4XwK00E6VBHKu5MgG-3v8wGup7Ow7G4T0-Zd3bCbykb3MaGBi8GxevNMx/s1600/al-insyirah2.png
Terjemah Surat Al Insyirah ayat 1-8 :
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3. yang memberatkan punggungmu?
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain,
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

Mengartikan Surat Al-Insyirah ayat 1-8  :

Surah Al Insyirah atau Surat Alam Nasyrah( سورة الشرح )adalah surat ke-94 dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyah serta diturunkan sesudah surat Adh Dhuhaa. Nama Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat pada ayat pertama, yang berarti: bukankah Kami telah melapangkan.
Pokok-pokok Isi  :
Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal kepada-Nya.
Kandungan Isi  :
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Surah ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana pun juga, surah ini ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?
Syaraha berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
Shadara berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin 'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.
Syarh (uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan, penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar penyaksian langsung.
Meskipun ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang. Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan kepadanya.

وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu,
Wazara, akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung (suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri, wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah beban lagi kepada diri kita.

الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
Yang telah memberatkan unggungmu?
Lagi-lagi ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita. Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah), jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka berbagai kesulitan akan menimpa kita.

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?
Ini berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.
Ketika Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
'
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Dua ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni 'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat kesempumaan di dalamnya.
Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk mengetahui bahwa kita berhubungan.

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!
Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.

وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata!
Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri
Kesimpulan:
Berikut ini isi pesan dan ajaran dari surat Al Insyirah tersebut, yaitu :
1. Allah SWT mengingatkan kepada manusia bahwa Dia telah memberikan nikmat yang jumlahnya tiada terhitung. Hanya saja kebanyakan manusia tidak menyadari atau lupa ketika mendapat nikmat. Sebaliknya, kalau mendapatkan sedikit kesulitan saja atau masalah dia pasti menyadarinya, bahkan tak henti-hentinya mengeluh. Tahukah kamu bahwa ketika sedang mengeluh kita lupa bahwa seakan-akan kita tak pernah mendapatkan nikmat.
2. Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya, setiap kesulitan tentu ada jalan keluarnya. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk terus berusaha mencari jalan keluar yang paling baik ketika mendapatkan masalah. Kita dilarang berputus asa, misalnya ketika ada masalah malah melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri seperti merokok, mengkonsumsi narkoba sebagai pelampiasan masalah, atau bahkan sampai bunuh diri. Hal ini tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan? Caranya adalah dengan berzikir, beribadah, introspeksi diri, apa yang masih kurang, mohon ampun kepada Allah SWT danmemohon agar segera ditunjukkan jalan keluarnya.
3. Ketika telah selesai menyelesaikan suatu pekerjaan, maka dengan segera lakukanlah pekerjaan yang lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rajin bekerja dan kreatif, tidak menjadi umat yang pemalas. Contoh orang yang malas adalah baru mau bekerja kalau sudah tidak mempunyai uang. Sikap mental semacam ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Kita diperintahkan untuk bekerja keras, tekun, gigih, dan ulet, sehinga tidak hidup kekurangan, bahkan kalau bisa membantu orang lain.
4. Sukses atau tidaknya suatu pekerjaan ditentukan oleh sejauh mana semangat seseorang dalam berusaha. Selain itu kita juga diperintahkan untuk berserah diri kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Kuasa dan menentukan segalanya. Jangan cepat puas dan menyombongkan diri ketika sukses, dan jangan cepat menyerah ketika menemui kendala. Sebaliknya, kita diajarkan untuk bersyukur ketika sukses, dan tetap sabar ketika menemui rintangan.